Sabtu, 22 Mei 2010

Ya Allah Kutuklah Aku

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku menjadi air yang senantiasa mengalir
Kalaupun milyaran bebatuan menghadang
Aku terus mencari celah untuk terus mengalir padaMu


Jadikan saja aku angin, Ya Allah
Agar aku bisa menyerukan kebesaranMu ke berbagai penjuru
Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku menjadi gunung-gunung yang

Senantiasa bergerak selayak awan di langit
Agar aku dapat menjelaskan keagunganMu
Knapa tak kau jadikan saja aku tanah
Dimana Rasulmu pernah menjejakkan sepasang
Telapak kaki telanjangnya

Biar kujaga dari apapun yang kan menghapusnya hingga memfosil
Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku
Menjadi matahari atau rembulan atau gemintang yang selalu patuh padaMu
Tanpa syarat, bukan manusia sepertiku
Yang bersujud saja kubutuhkan ribuan alasan

Aku iri Ya Allah, aku iri kepada tanah, dedaunan, air, angin, api
Segala yang kau ciptakan, sebegitu khusyuk mencintaimu – tanpa syarat
Bukan manusia sepertiku, yang bersujud saja kubutuhkan ribuan alasan

Ya Allah, kota tua ini sudah mengurungku pada kesibukan
Yang menjelma klakson-klakson pada mobil-mobil
Yang berebut jalan sebelum lampu di perempatan itu menyala merah

Seperti penguasa yang saling berebut kekuasaan
Gedung-gedung tinggi tak memberiku kesempatan menemuiMu
Waktu adalah milik perkantoran swasta, papan iklan, reklame, redaktur koran….
Hingga kulihat seorang pelacur di gang sana sedang mengetuk pintu kaca
Sebuah mobil berplat merah yang berparkir di tepi jalan

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku
Kutuklah aku menjadi daun kembang kamboja
Yang tengah luruh di atas pekuburan
Agar aku dapat selalu ingat, sebelum jatuh ke atas tanah
Bahwa segala kesombongan telah terbungkam
Di balik nisan yang terpahatkan namanya

Kutuklah aku, Ya Allah, kutuklah aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar